Nilai Ekspor Sawit 2022 Capai US$ 39,28 miliar

Nilai Ekspor Sawit 2022 Capai US$ 39,28 miliar
Ist.
Spread the love

PODZOLIK.COM—Industri kelapa sawit pada tahun 2022 dinilai oleh Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), mengalami kejadian-kejadian tidak biasa, sehingga mengakibatkan turunnya produksi dan jumlah ekspor.

Kejadian-kejadian tidak biasa yang dimaksud antara lain cuaca ekstrim basah, lonjakan kasus Covid-19 di bulan Februari, dimulainya perang Ukraina-Rusia di bulan Februari, harga minyak nabati termasuk minyak sawit yang sangat tinggi. Kemudian harga minyak bumi yang sangat tinggi, kebijakan pelarangan ekspor produk minyak sawit oleh pemerintah 28 April – 23 Mei, harga pupuk yang tinggi dan sangat rendahnya pencapaian program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).

“Kejadian tidak biasa tersebut sangat berpengaruh terhadap kinerja industri sawit Indonesia baik dalam produksi, konsumsi, maupun ekspor, mudah-mudahan ini bisa kita manage, sehingga dinamika yang terlalu bergejolak seperti itu tidak terjadi lagi di tahun ini, khususnya ekspor dan produksi,” ungkap Joko Supriyono, Ketua Umum GAPKI dalam Press Conference Kinerja Industri Sawit Tahun 2022 di Jakarta,  (25/1/2023).

Joko menjelaskan, secara teknis, cuaca ekstrim basah mengganggu aktivitas serangga penyerbuk dan kegiatan panen, pupuk yang mahal dan sulit diperoleh mengganggu kegiatan pemeliharaan tanaman, pelarangan ekspor menyebabkan buah tidak dipanen tidak hanya pada periode pelarangan tetapi juga beberapa bulan sesudahnya ketika stok masih sangat tinggi.

Joko menilai, Program PSR yang tidak mencapai target dan pertambahan luas areal yang secara total hanya 600 ribu hektare dalam 5 tahun terakhir akibat moratorium perizinan berusaha untuk kelapa sawit, menyebabkan hilangnya harapan kenaikan produksi dari tanaman-tanaman baru.

“Harga yang sangat tinggi juga menyebabkan penundaan replanting oleh banyak pekebun sehingga porsi tanaman tua yang produktivitasnya lebih rendah menjadi lebih banyak,” ujar Joko.

Situasi ini berkontribusi terhadap pencapaian produksi CPO tahun 2022 sebesar 46,729 juta ton yang lebih rendah dari produksi tahun 2021 sebesar 46,888 juta ton dan merupakan tahun ke-4 berturut-turut dimana produksi cenderung terus turun/stagnan sejak kelapa sawit diusahakan secara komersial di Indonesia.

Konsumsi dalam negeri tahun 2022 secara total mencapai 20,968 juta ton, lebih tinggi dari tahun 2021 sebesar 18,422 juta ton. Konsumsi didominasi untuk industri pangan sebesar 9,941 juta ton yang lebih tinggi dari tahun 2021 sebesar 8,954 juta ton dan lebih tinggi dari 2019 sebelum pandemi sebesar 9,860 juta ton.

Konsumsi untuk industri oleokimia mencapai 2,185 juta ton yang hanya 2,8% sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun 2021 sebesar 2,126 juta ton dan jauh lebih rendah dari kenaikan konsumsi 2019-2020 sebesar 25,4% dan 2018- 2019 sebesar 60% yang diduga berhubungan dengan situasi pandemi Covid-19. Konsumsi untuk biodiesel 2022 mencapai 8,842 juta ton yang lebih tinggi dari konsumsi 2021 sebesar 7,342 juta ton.

Ekspor 2022 sebesar 30,803 juta ton lebih rendah dari pada tahun 2021 yang sebesar 33,674 juta ton, dan merupakan tahun ke-4 berturut-turut dimana ekspor turun dari tahun ke tahun.

Nilai ekspor tahun 2022 mencapai US$ 39,28 miliar (CPO, olahan dan turunannya), lebih tinggi dari tahun 2021 sebesar US$ 35,5 miliar. Ini terjadi karena memang harga produk sawit tahun 2022 relatif lebih tinggi dari harga tahun 2021.

Sepuluh negara tujuan ekspor minyak sawit Indonesia adalah China, India, USA, Pakistan, Malaysia, Belanda, Bangladesh, Mesir, Rusia dan Italia. Peringkat USA naik dari peringkat 5 pada tahun 2020 menjadi peringkat 3 sebagai pengimpor utama produk sawit Indonesia pada 2022.

Dengan pencapaian produksi, konsumsi dalam negeri dan ekspor seperti disampaikan di atas, stok minyak sawit di dalam negeri diperkirakan mencapai 3,658 juta ton. Berdasarkan laju pertumbuhan produksi dan konsumsi, maka faktor-faktor penghambat pertumbuhan produksi harus segera diatasi.

“Kondisi yang mempengaruhi industri sawit sepanjang tahun 2022 diperkirakan masih akan mempengaruhi kinerja sawit tahun 2023, produksi diperkirakan masih belum akan meningkat. Sementara konsumsi dalam negeri diperkirakan akan meningkat akibat penerapan kewajiban B35 mulai 1 Februari 2023,” ungkap Joko. (rs)

Bagikan