
Perekonomian Diprediksi Membaik, Bisnis Perunggasan Juga Membaik?
PODZOLIK.COM—Pandemi yang masih berlangsung hingga saat ini, berdampak besar terhadap perekonomian dunia maupun nasional. Dampak nyatanya adalah kenaikan inflasi global yang menyebabkan melonjaknya berbagai komoditas seperti, CPO, karet, kedelai, gula, kedelai, dan jagung.
Meski demikian, sepanjang 2021 prekonomian Indonesia terpantau terus mengalamai tren positif, dengan nilai pertumbuhan sebesar 3,69%. Khusus sektor pertanian, mencatatakan pertumbuhan nilai produk domestik bruto (PDB) 0,84%, sedangkan subsektor perternakan tumbuh 0,34%.
Hal tersebut disampaikan oleh Musdalifah Machmud, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis, Kemenko Bidang perekonomian, dalam webinar bertema Geliat Bisnis Udang dan Unggas di Tahun Macan Air (10/3/2022).
“Sektor pertanian termasuk lima sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi pada tahun lalu dan berkontribusi sebesar 63,81% terhadap perekonomian nasional,” papar Musdalifah yang juga menyebut Nilai Tukar Petani cenderung meningkat selama 2021 hingga Februari 2022.
Lalu bagaimana prediksi pertumbuhan ekonomi ke depan, dan bagaimana pula prospek peternakan, khususnya unggas 2022? Musdalifah menyebut, pertumbuhan ekonomi nasional pada 2022 diproyeksikan kian membaik dan menembus angka 5,2%.
Hal tersebut didasari membaiknya penanganan covid-19 dan percepatan vaksinasi, peningkatan demand/konsumsi seiring membaiknya indikator utama konsumsi, investasi, serta sektor eksternal, pemulihan ekonomi dunia terutama US dan Tiongkok, kenaikan harga komoditas global seperti sawit dan energi, serta kedudukan Indonesia sebagai presidensi G20.
Menurut Musdalifah, dengan proyeksi membaiknya perekonomian nasioanl akan semakin membuka peluang bagi peternakan unggas. Apalagi tingkat konsumsi daging dan telur ayam ras masyarakat Indonesia terbilang masih sangat rendah.
“Namun salah satu tatangan terberat bagi subsektor peternakan unggas, salah satunya adalah tingginya harga sapronak seperti pakan, bahan baku pakan, dan DOC,” cetus Musdalifah. “Harapan kami, harga dan produk unggas terus tercipta di level harga yang sesuai dengan keekonomian,” sambungnya.
Di acara sama, Rachmat Pambudy, pengamat agribisnis nasioanl, punya pendapat sama. Menurutnya, unggas adalah produk sumber protein yang murah bagi rakyat. Alhasil, sangat memungkinkan didorong sebagai sarana pemenuhan gizi masyarakat. Oleh karena itu, promosi dan edukasi sangat penting untuk meningkatkan konsumsi produk unggas.
“(Yang harus dilakukan adalah) bagaimana kita mampu memberikan protein yang cukup bagi masyarakat, dengan kata lain, target untuk medapatkan biaya produksi terendah mestinya menjadi target kebijakan. Selian itu, kita perlu menarik investasi perunggasan dalam percepatan teknologi dan efisiensi,” cetus Rachmat.
Hermanto Siregar, Guru Besar Managen dari IPB, berpandangan tidak jauh berbeda. Menurutnya, bisnis unggas akan semakin terbuka ke depannya. Pernyataan terebut didasari pertimbangan perbaikan perekonomian nasional sehingga meningkatkan rata-rata perndapatan per kapita dan berpengaruh positif terhadap permintaan produk unggas.
“Demikian pula dengan bertambahnya populasi penduduk Indonesia, dan kenaikan harga daging dan kedelai akibat dinamika geopolitik dunia akan mendisrupsi konsumsi kedua komoditas tersebut, sehingga meningkatkan konsumsi komoditas unggas,” pungkasnya. (sr)