Trik Petani Libya Bertanam Di Iklim Ekstrem

Trik Petani Libya Bertanam Di Iklim Ekstrem
Spread the love

PODZOLIK.COM—Libya merupakan sebuah negara yang berada di Afrika bagian Utara. Negara ber-Ibu Kota Tripoli ini, berbatasan langsung dengan Mesir di sebelah Timur, Aljazair di Barat, dan Sudan di Tenggara.

Meskipun bagian Utara Libya berbatasan langsung dengan Laut Tengah dan benua Eropa di seberangnya, namun hampir 90% wilayah negara ini berupa gurun.

Selain itu, seperti dikutip dari hortidaily dan euronews, hanya kurang dari 2% wilayah Libya yang mendapat curah hujan cukup untuk pertanian. Tanpa adanya sungai alami, hampir semua air bersih untuk irigasi bersumber dari akuifer bawah tanah.

Libya juga dianggap sebagai salah satu negara paling rentan terhadap perubahan iklim. Libya kerap dilanda kekeringan berkepanjangan, peningkatan badai pasir, tingkat penguapan yang lebih tinggi, dan penggurunan yang memburuk. Kondisi ekstrem seperti itu sering menyebabkan kegagalan panen, sehingga melemahkan ketahanan pangan Libya.

Di Ubari, sebuah kota oasis yang trrletak 1.000 km Selatan Tripoli, panasnya musim panas bisa mematikan. Suhu saat ini seringkali mencapai 50°C. Kondisi suhunya sangat panas, sehingga sekolah dan kantor ditutup demi keselamatan umum.

Bagi Khalifa Muhammad (35 tahun), seorang petani di Ubari, panas ekstrem adalah persoalan hidup dan mati bagi hal lain: buah-buahan dan sayur-sayuran.

“Selama lima tahun terakhir, suhu tinggi berdampak buruk pada hasil panen kami,” kata Khalifa Muhammad.

Pada tahun 2020 dan 2021, Libya pernah mengalami gelombang panas yang lebih lama dari biasanya dan curah hujan yang lebih rendah dari biasanya.

Hal ini benar-benar mengeringkan Wadi Kaam, bendungan berkapasitas 30 juta meter kubik yang merupakan salah satu bendungan terbesar di Libya, bersama dengan beberapa bendungan lainnya di Libya bagian Selatan dan Barat.

UNICEF memperingatkan pada tahun 2021 bahwa lebih dari 4 juta warga Libya akan menghadapi kekurangan air – lebih dari separuh populasi negara tersebut yang berjumlah sekitar 7 juta jiwa.

Beralih Metode
Ketika gelombang panas menghancurkan tanaman di Libya, para petani dan pengungsi menemukan harapan dalam teknik pertanian baru yang populer.

Untuk menanam pangan dalam kondisi yang sulit seperti itu, para petani Libya seperti Muhammad beralih ke pertanian hidroponik, sebuah metode yang menanam tanaman langsung di air, bukan di tanah, dan dari dalam tenda dengan suhu yang dikontrol.

“Hidroponik telah menjadi anugerah setelah bertahun-tahun gagal panen,” kata Muhammad saat memeriksa sekitar 900 bibit yang ditanamnya di tenda hidroponik plastik.

Bertanam dengan metode hidroponik tidak memerlukan lahan subur. Tanaman sengaja ditinggikan dari permukaan tanah dan ditanam di substrat khusus, sekaligus mendapatkan unsur hara dalam bentuk cair. Hal ini menjadikan metode penanaman seperti ini ideal untuk Libya.

Untuk membantu para petani di Libya yang terkena dampak paling parah dalam bercocok tanam di lingkungan yang sulit ini, pada tahun 2020, Seraj Bisheya dan Mounier Banot meluncurkan Green Paradise, sebuah LSM yang melatih para petani tentang teknik hidroponik dan membekali mereka dengan sistem hemat air.

LSM ini telah melatih lebih dari 120 petani seperti Muhammad, di beberapa kota terpanas di Libya termasuk Sabha, Ghat, Owainat, Wadi Ataba dan Ubari, membantu mereka membangun pertanian yang tahan iklim.

Khaled Ibrahim, petani lain di Ubari, meminta bantuan Green Paradise pada tahun 2022 setelah musim yang ia gambarkan sebagai “musim terburuk dalam ingatan”.

Ibrahim mengatakan, ia dan banyak petani lain di wilayah tersebut, kehilangan sekitar setengah hasil panen mereka pada tahun 2020-2021 karena musim kemarau yang berkepanjangan dan suhu yang sangat tinggi.

“Hidroponik memungkinkan saya menanam tanaman yang sebelumnya tidak terpikirkan karena panas, seperti tomat, mentimun, dan zucchini,” kata Ibrahim.

“Ukuran, bentuk, dan rasanya yang konsisten juga menjadikannya populer di kalangan konsumen lokal,” Sambungnya mengakhiri. (sr-berbagaisumber)

Foto : dok.afp.

Bagikan